Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
“Buat apa sih ribet-ribet? Emang bakal kepake?” Itulah ungkapan yang sering muncul ketika kita berbicara soal kegawatdaruratan. Hal satu ini kerap disepelekan. Itulah mengapa, kita sering berjumpa dengan banyak orang yang tidak antusias mengikuti simulasi kebakaran, gempa, atau situasi darurat lainnya.
Kegawatdaruratan sangat menarik untuk didiskusikan. Ketika berbicara tentang kegawatdaruratan, kita sedang berbicara tentang situasi yang jarang terjadi, tetapi sekali terjadi, diperlukan respon yang cepat, tepat, dan akurat. Apabila kita memusatkan perhatian pada kebutuhan akan kecepatan, ketepatan, dan akurasinya, kegawatdaruratan akan dipandang sangat penting untuk dipersiapkan. Sayangnya, banyak orang justru memusatkan perhatian pada frekuensi kejadiannya yang sangat jarang. Alhasil, kegawatdaruratan kerap disepelekan.
Fenomena inilah yang disadari oleh Seksi Kesehatan Paroki Bunda Maria, bekerja sama dengan Seksi Kesehatan Paroki St. Yusuf dan Rumah Sakit Sumber Waras. Mereka menyadari, kegawatdaruratan tidak boleh disepelekan. Salah satu situasi darurat yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah kegagalan organ vital, terutama jantung. Menyadari hal tersebut, para pihak yang bekerja sama ini menyelenggarakan Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada Minggu (26/11) pukul 11.00 di Aula St. Elisabeth, Paroki Bunda Maria. Tujuan kegiatan ini adalah supaya semakin banyak orang mengetahui respon apa yang tepat untuk diberikan ketika ada orang lain yang mengalami kegagalan organ vital. Pelatihan diberikan oleh dr. Stevanie dan Ns. Edy Santoso, S.Kep dari RS Sumber Waras.
Berkaitan dengan kegiatan ini, dr. Meyfi Yunani Ismanto selaku Seksi Kesehatan Paroki Bunda Maria menekankan, pelatihan ini memang dirancang untuk kalangan umum, bukan medis dan paramedis, karena situasi darurat bisa terjadi kapan saja, bahkan ketika tidak ada tenaga medis dan paramedis. Padahal, ketika seseorang mengalami henti jantung, idealnya ia segera mendapat pertolongan. Apabila kondisi henti jantung terjadi lebih dari empat menit, diperkirakan akan terjadi gangguan dengan cakupan lebih luas, bahkan sampai ke kematian. Dengan demikian, pengetahuan tentang BHD adalah pengetahuan umum, bukan hanya milik medis dan paramedis saja.
Selama pelatihan, sebanyak 61 orang peserta diberi pengetahuan tentang tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan, dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu. Salah satu bentuk praktik yang dilatih adalah tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Seluruh peserta, tanpa kecuali, diberi kesempatan untuk mempraktikkan RJP dengan posisi dan tekanan yang benar. Harapannya, praktik ini membantu para peserta supaya bisa menyelamatkan orang yang sedang berada dalam bahaya.